Sumpah emosi Saya naik turun gara-gara kelakuan beberapa public figure kita yang kacau. Saya nggak bilang mereka bodoh atau nggak berwawasan. Saya yakin mereka nggak bodoh. Tapi Saya juga nggak menemukan kata yang tepat untuk menggambarkan sikap mereka di media sosial terhadap pandemik, selain kacau. Saya paham tiap orang bebas menentukan pilihan, boleh memiliki sudut pandang berbeda dalam semua hal. Tapi ketika dalam situasi bencana, bukankah seharusnya dan sebaiknya kita semua punya prioritas yang sama ya. Apa itu? ya keluar dari situasi bencana sesegera mungkin. Fokus kita semua sebaiknya ke arah sana. Dan sebagai sipil yang awam, kontribusi minimal yang Saya bisa berikan adalah mengikuti protokol kesehatan. Bila pun ada yang tidak setuju dengan protokol kesehatan, ya minimal jangan membuat gaduh.
Beberapa klaim bodoh (klaim-nya ya bukan orangnya) soal Covid-19 bikin Saya nggak habis pikir. Dari soal Covid-19 itu tipu daya elit global, sebetulnya ia tidak ada. Lalu covid-19 itu konspirasi elit global dan tidak berbahaya. Oh Covid-19 hanya seringan flu, dll. Saya heran yang menyampaikan ini (1) bukan dokter atau ilmuwan (2) okelah kalau bukan dokter atau ilmuwan asal didukung data yang terukur dan kredibel, INI MAH ENGGAK (3) klaim hanya berdasarkan asumsi. Sudah begitu mereka sadar posisi mereka sebagai influencer dan terlihat jelas nggak peduli dampak dari klaim tersebut. Bagi Saya ini bencana yang sesungguhnya, yaitu saat manusia percaya buta terhadap klaim tanpa mengujinya dengan data terlebih dahulu. Nih Saya mau rinci hal-hal yang menurut Saya salah kaprah dari sikap mereka:
Fokus pada masalah, lupa cari solusi
Saya tuh penasaran alur berpikir kaum klaim ngawur ini tu gimana gitu. Jangan-jangan dalam otak mereka belum jelas gitu klaster-klaster kasusnya. Kronologi udah jelas nih ya, virus Covid-19 ini merebak dari Cina ke hampir 200 negara sejak Desember 2019. Data lab dari RS di seluruh dunia juga melaporkan gejala medis yang sama dari semua pasien. Demam >38 derajat, sakit tenggorokan, batuk kering, sesak nafas, sampai yang paling fatal adalah kegagalan pernapasan. Data selanjutnya adalah penularan virus ini sangat cepat. Nah udah jelas di sini apa yang jadi masalah; ada satu virus baru dengan daya penularan tinggi dan bisa menyebabkan kegagalan pernapasan.
Dan betul dalam jangka waktu kurang dari 6 bulan WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemik global. Tenaga medis kewalahan, RS kita kewalahan, penduduk dunia ketakutan. Ekonomi lumpuh. Apa ada yang nggak setuju kalau situasi ini bukan bencana?. Respon yang masuk akal dalam situasi ini adalah menutup peluang penyebaran virus. PSBB, PKM, diberlakukan. Protokol kesehatan diberlakukan. Tenaga medis, ilmuwan, bekerja mengobati dan meneliti virus supaya bisa menemu inkan vaksin. Ini respon naluriah manusia ketika ada ancaman. Mencari solusi. Tapi sayang oh sayang, para kaum klaim ngawur ini fokusnya bukan mencari solusi. Respon awal mereka salah sasaran.
Respon awal mereka adalah "hm pasti virus ini sengaja diciptakan". Lalu fokus mereka adalah "Siapa dalang dibalik ini semua? Siapa yang bakal untung?". Mereka lalu berkoar-koar di media sosial, mereka ingin orang-orang percaya bahwa kita semua dibodohi WHO. Bahwa kita semua ini korban kejahatan elit global. Masyarakat yang frustasi jadi teralihkan fokusnya, kemudian berani melanggar protokol kesehatan dan beresiko terjangkit. Nafsu perlawanan itu membuat mereka lupa di RS, di Puskesmas, korban-korban berjatuhan. Tapi gimana yah kayaknya buat kaum ini, itu semua nggak penting. Lebih penting membongkar tabir siapa dalang dibalik munculnya pandemik. Silahkan orang-orang pada sakit, yang penting mereka tidak jadi kacung WHO.
Menyampaikan hal seperti itu di situasi macam sekarang menurut Saya SANGAT TIDAK RELEVAN DAN TIDAK URGENT. Apakah dengan membuktikan bahwa pandemik Covid-19 adalah kebohongan elit global, yang sakit bisa otomatis sembuh?. Apakah dengan membuka tabir itu daya jangkit virus melemah?. Kan tidak. Belum urgent untuk mencari tahu SIAPA dalang konspirasi disaat banyak orang sehat terjangkit dan korban meninggal masih bertambah. Akal sehat yang waras seharusnya setuju bahwa yang paling urgent saat ini adalah menghambat penyebaran virus, menyembuhkan pasien yang terinfeksi, dan berupaya menemukan vaksin.
Bukan tidak boleh punya pandangan berbeda, hanya saja sebaiknya ya tahu dan paham situasi. Bila ingin ekonomi cepat pulih, ya kooperatif dong. Ayuk ikut berkontribusi menurunkan potensi penularan virus, ikuti protokol kesehatan. Jangan malah ngomporin orang dengan narasi Covid-19 ini tipuan, tidak ada, tidak bahaya. Semakin cepat kita bebas dari virus, semakin cepat ekonomi kita pulih. Nakes, ilmuwan, dan pemerintah biarkan bekerja dengan tenang. Benefit-nya ada di semua pihak kog kalau bencana ini selesai dengan cepat. Setelah kita bebas dari virus, silahkan buka tabirnya. Siapa sih dalang dibalik ini semua?. Jika itu dilakukan saat ini, duh kalian malah jadi bagian dari masalah. Kasian nakes.
Banyak asumsi lupa cari data
Saya lupa dulu waktu SMA mata pelajaran biologi tentang virus dan bakteri itu diberikan di kelas 11 atau kelas 12. Kebetulan dulu Saya IPA, seingat Saya dulu dapat setelah penjurusan. Sekarang Saya nggak tahu deh kurikulum baru gimana (mungkin bisa japri yang tahu). Ya Saya juga nggak luas-luas banget wawasan biologinya, tapi dasar-dasar aja sih ngerti. Dulu Saya pernah kuliah di jurusan pendidikan biologi meski nggak selesai. Dulu mata kuliah favorit Saya adalah biologi sel dan mikrobiologi. Dan saat pandemik gini Saya jadi baca-baca lagi dah tuh. Sekarang kan ada internet yah, gampang lah kita semua bisa cari tahu.
Jadi virus itu makhluk unik kan. Bahkan ilmuwan saja masih berdebat apakah ia makhluk hidup atau benda mati. Hidup dalam konteks ini berarti melakukan metabolisme dan bereproduksi ya. Virus berbeda dari bakteri. Bakteri punya kelengkapan sendiri untuk melakukan metabolisme dan reproduksi. Virus nggak begitu. Virus cuma punya materi genetik saja (bisa DNA, bisa RNA). Ibaratnya dia punya material tapi nggak punya mesin. Sehingga untuk bisa mengolah materialnya untuk memperbanyak diri, virus butuh pinjaman mesin. Mesin yang dia pakai ya mesin inang yang dia infeksi. Kalau masuk ke tubuh manusia ya mesin kita yang dibajak.
RNA virus ini gawat. Karena utas RNA yang mereka punya bisa menyerupai utas RNA manusia. Jadi saat RNA virus ini menginfeksi tubuh kita, sel tubuh kita akan mengenali RNA virus sebagai RNA tubuh dan direplikasi. Ini juga yang menjadi alasan menyembuhkan infeksi virus lebihh sulit dibanding infeksi bakteri. Karena RNA virus menyerupai RNA tubuh kita, direplikasi oleh "mesin" kita, obat yang diberikan selain "menyakiti" si virus juga bisa menyakiti sel tubuh kita sendiri. Dan SARS-CoV-2 ini adalah RNA virus. Saya penasaran apa kaum itu pernah aware terhadap hal ini?.
Kaum Klaim Ngawur Lupa, Infeksi Virus itu Sistemik
Satu hal yang Saya concern soal virus adalah infeksi virus itu sistemik. Dulu nih waktu Saya lagi ngebut skripsi-an, Saya sering kena herpes zoster (cacar ular). Jadi ada ruam-ruam merah gitu di kulit dan rasanya panas. Saya bingung padahal Saya kan sudah pernah kena cacar air sekali kog bisa kena cacar lagi. Setelah ke dokter baru Saya tahu. Jadi virus penyebab cacar air yang dulu Saya pernah derita berbeda dengan virus yang menyebabkan cacar ular tadi.
Akhirnya Saya gunakan senjata andalan dong ya, Google hehehe. Ternyata nih saat kita terinfeksi virus cacar air, sebetulnya kita juga terinveksi virus herpes zoster juga. Hanya saat itu, si zoster ini dorman (diam, tidak melakukan aktivitas apapun) sehingga tidak bergejala. Bahkan setelah sakit cacar kita sembuh, si zoster ini bisa tetap bertahan dalam tubuh Kita dan tidak bergejala selama bertahun-tahun. Nah menurut dokter, saat itu tubuh dan mental Saya lelah karena skripsi, jadi imun Saya lemah. Saat itu lah si zoster ini aktif "menyerang". Sebagai awam, saya masih bertanya-tanya apa virus ini masih ada di dalam tubuh Saya sampai hari ini?. Ngeri nggak sih cuy?. Dampaknya sistemik gitu.
Kalau dipikir-pikir, rata-rata virus memang begitu cara kerjanya. Virus HIV yang menyebabkan AIDS misalnya. Saat menginfeksi tubuh manusia, virus HIV membutuhkan waktu 8-10 tahun untuk berkembang menjadi penyakit AIDS. Penyakit AIDS merupakan sebuah "fase" dimana virus sudah betul-betul merusak sistem kekebalan tubuh penderita. Lalu ada juga virus HPV (yang alhamdulillah sudah ada vaksinnya juga). Terhadap virus ini, sistem kekebalan tubuh kita cukup kuat untuk menjaga sehingga badan kita tidak terinfeksi (tidak sampai sakit). Namun virus ini bisa survive bertahun-tahun dalam tubuh kita dan dalam kasus tertentu bisa sampai menyebabkan kanker serviks.
Bagaimana dengan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19? apa akan ada "after effect" seperti virus-virus yang lain?. Jawabannya kita belum tahu. Disini letak bahayanya. Virus ini baru, ilmuwan belum punya banyak waktu untuk melakukan penelitian. Jadi bagi Saya pribadi, meski sudah banyak pasien yang sembuh, sebaiknya saya tidak pernah terjangkit dan sakit. Karena Saya tidak mau menanggung "after effect"-nya, ada atau pun tidak.
Tidak Berpikir Panjang
Mungkin benar yang kaum klaim ngawur bilang "ah nggak bahaya, banyak yang sembuh kog". "Alah palingan kayak flu doang". "Alah kalau anak muda mah paling nggak bakal sampai mati kalau kena". Iya, mungkin memang begitu. Ingat ya virus ini menginfeksi saluran pernapasan. Apakah flek yang pernah ada di saluran pernapasan mantan penderita akan punya dampak terhadap tubuhnya dalam 10-20 tahun ke depan?. Kita belum tahu dan belum ada penelitiaanya!.
Bukan Saya menakut-nakuti ya, hanya ingin menggambarkan betapa infeksi virus tidak bisa kita anggap remeh. Dampaknya sistemik. Itulah kenapa sebaiknya kita jangan sampai terinfeksi Covid-19. Virus ini baru, bukan hanya karena vaksinnya belum ditemukan. Tapi juga karena belum banyak penelitian tentang dampak jangka panjang virus ini terhadap tubuh kita.
Klise sih tapi benar lebih bagus menjaga dari pada mengobati. Jika di masa depan ilmuwan memastikan tidak ada after effect yang buruk dari Covid-19 alhamdulillah. Tidak ada ruginya juga toh kita menjaga kesehatan. Bantu juga nakes agar mereka lekas bisa beristirahat dan punya waktu untuk kembali ke kehidupan pribadi mereka lagi.
Paragraf terakkhir, sungguh teman, Saya tidak menginginkan kita semua satu pandangan. Akan sangat membosankan dunia ini jika itu terjadi. Hanya saja, saat situasi darurat begini, kita harus tahu prioritas. Prioritas kita saat ini bukan SIAPA melakinkan BAGAIMANA segera keluar dari situasi tidak enak ini. Kami rakyat kecil sudah susah. Jangan memanipulasi dan memanfaatkan rasa frustasi Kami untuk hawa nafsu perlawanan kalian yang dasarnya tidak kredibel. Bila ada data yang Saya sebutkan salah, silahkan koreksi. Terima kasih semoga kita semua sehat. Jangan lupa pakai makser dan jangan malas cuci tangan ya.
Comentarios