top of page
Search

Love and Shukla: Love - Sex - Marriage - Family


Dua hari yang lalu Saya nonton film ini. Sudah lama rasanya nggak nemu film India yang bagus. Love and Shukla ini salah satu yang membekas di benak. Isu yang diangkat cukup kontekstual menurut Saya. Yaitu tentang "privacy problem" dalam kehidupan rumah tangga kaum urban kelas bawah. Bagi Saya sih, ini sangat relate dengan kondisi sosial keluarga kelas menengah ke bawah di Indonesia. Menyewa tempat tinggal sempit namun dihuni oleh beberapa keluarga - orang tua, anak dan menantu, cucu.


Love and Shukla menceritakan Manu Shukla (Shukla adalah nama keluarga), seorang supir bajaj yang hidup dengan orang tuanya di sebuah rumah susun. Masalah muncul ketika Manu menikah dengan Lakhsmi yang cantik namun pemalu. Pasangan pengantin baru ini tidak bisa menikmati malam pertama karena tidak memiliki kamar pribadi. Ruang tidur keluarga digunakan bersama Manu dan orang tua. Terlebih Ibu Manu hobi menonton sinetron hingga larut malam. Padahal sebagai seorang pria dewasa, Manu menginginkan waktu intim bersama istrinya.


Konflik makin tajam saat Tara, adik perempuan Manu kabur dari rumah suaminya dan kembali ke rumah. Manu makin frustasi karena jangankan untuk bermesraan dengan Lakhsmi. Sekedar untuk berbincang dari hati ke hati dengan istrinya saja sulit. Manu juga menahan kesal terhadap Ibu dan adiknya atas perlakuan mereka terhadap istrinya. Sejak hari pertama Lakhsmi masuk ke rumah keluarga Manu, Ibu Manu sudah meminta Lakhsmi melayani seluruh anggota keluarga.


Love and Shukla sebuah ramuan yang kaya. Tidak hanya drama, penonton juga disajikan adegan-adegan lucu di rumah keluarga Shukla. Penonton akan diperdengarkan cuplikan dialog khas sinteron yang menjadi tontonan favorit Ibu Manu. Atau usaha-usaha gagal Manu untuk bermesraan dengan istrinya di rumah. Saya kagum karena tiap karakter di film ini penting. Tiap karakter punya kontribusi yang jelas pada jalan cerita.


Manu sebagai karakter utama juga mengesankan. Boleh Saya bilang untuk Saya pribadi nih, Manu ini suami idaman lah. Awalnya Saya pikir yang Manu inginkan dari Lakhsmi hanya seks, karena diceritakan Manu ini zero experience dalam seks. Dalam gank tongkrongan pria-pria di rumah susun Manu sering diolok-olok karena nggak punya pengalaman seksual. Tapi ternyata tidak demikian yang dituliskan dalam skenario.


Diceritakan Manu akhirnya menyewa kamar hotel untuk dia dan Lakhsmi. Manu mau lho susah payah ke pasar beli hadiah untuk istrinya. Lalu saat sudah berdua saja, Saya pikir si Manu ini bakal langsung beraksi nggak buang-buang waktu. Eh ternyata nggak lho. Si Manu ini justru mengajak Lakhsmi bicara dari hati ke hati, nggak main sosor aja. Gentle banget dong padahal zero expereince dan sudah menahan diri sejak malam pertama wkwk. Manu kayaknya merasa nggak enak hati ke istrinya karena sejak menikah cuma bertegur sapa seadanya. Sejak menikah belum pernah kasih apa-apa, malah di rumah Lakhsmi sering disuruh ini itu oleh Ibunya. Meleleh aku pada karakter pria yang begini.


Namun sayang sungguh sayang, di hotel pun Manu tidak bisa bermesraan dengan istrinya. Alias gagal meneh. Kenapa? nonton sendiri guys. Tapi Saya bisa belajar dari Manu, bahwa hubungan seksual harus dilandasi intimacy. Bukan hanya sekedar coitus. Mestinya pria-pria belajar dari Manu sih. Sebagai suami Manu memperlakukan Lakhsmi dengan hormat. Manu melihat Lakhsmi sebagai seorang manusia yang penting untuk diajak bicara, didengarkan suara dan keiginannya.


Singkatnya bagi Manu, komunikasi adalah hal penting pertama yang Ia ingin bangun dengan istrinya, seks nomor dua. Seks adalah bentuk komunikasi lanjutan setelah komunikasi verbal. Kalau komunikasi verbal tidak ada, ya seks hanya akan jadi kegiatan biologis semata. Nggak ada bonding antar keduanya setelahnya. Padahal hubungan suami istri urusannya lebih dari sekedar hubungan badan. Sepertinya ini pesan yang ingin disampaikan penulis cerita.


Film ini mengangkat isu sosial yang kompleks. Selain masalah space dan privacy, isu tentang peran domestik menantu perempuan juga dibicarakan di sini. Tara adik perempuan Manu memilih kembali ke rumah orang tua karena mendapat kekerasan dari suaminya. Konflik rumah tangga Tara dipicu persoalan domestik. Sebagai menantu perempuan, Tara diharuskan melayani kebutuhan seisi rumah keluarga suaminya. Suami Tara tulang punggung keluarga dan sulit hidup terpisah dari Ibunya. Ibu Tara tidak terima dengan apa yang terjadi pada putrinya dan menuntut suami Tara untuk membeli rumah baru dan tinggal terpisah dari keluarganya.


Namun ironis di rumah keluarga Shukla, Ibu Manu juga memperlakukan menantu perempuanya nggak jauh beda. Seperti Tara, Lakhsmi juga diperlakukan seperti pelayan. Problem ini sepertinya memang laten bahkan di Indonesia juga. Banyak Ibu-Ibu berpikir memiliki menantu perempuan berarti punya orang yang bisa disuruh-suruh. Kalau nonton drama Korea, kondisi sosiologisnya kurang lebih juga sama. Parahnya memang para Ibu mertua ini sering nggak menyadari kesalahan pandangan mereka. Nah dalam film ini, masalah penindasan menantu perempuan ini akhirnya selesai melalui "pidato" panjang Mas Manu yang ciamik.


Love and Shukla berhasil menggambarkan cinta, seks, pernikahan, dan kehidupan keluarga dalam bentuk yang paling realistis. Cinta harus berhadapan dengan realitas ekonomi. Untuk mengekspresikan cinta butuh space, dan space ini berkaitan erat dengan kapital, modal, uang. Modal pernikahan tidak cukup hanya cinta dan kemauan saja, modal materi juga penting. Pernikahan tidak hanya tentang suami dengan istri saja, tapi juga tentang keluarga suami dan keluarga istri. Sikap masing-masing keluarga terhadap anak dan menantu berdampak pada hubungan pernikahan. Setting sosial di film ini Saya pikir relate dengan realitas sosial banyak keluarga Indonesia.


Jadi begitu saja sahabat, review-nya. Semoga kalian tertarik nonton. Salah satu alasan Saya suka film India adalah karena banyak sineasnya yang suka "ngulik". Love and Shukla adalah film simple sebenarnya. Hanya mengulik usaha seorang suami yang berusaha membangun intimacy dengan istrinya dalam konteks kehidupan kaum urban. Setting sosialnya relate dengan kaum urban, isu yang diangkat kontekstual, ini yang Saya kagum dari film-film Hindi.


Saya tahu mungkin ada banyak yang antipati dengan film-film India. Saya bisa paham, karena banyak orang tahunya film India itu ya cuma film-film produksi PH mainsteram. Dengan bintang-bintang besar macam Kajol, SRK, dll plus lagu-lagu dan tarian. Iya memang benar, tapi itu arus utamanya. Ada arus lain yang punya value jauuh lebih bagus. Love and Shukla ini salah satunya, dan masih banyak yang lain. Kapan-kapan Saya mau review lagi. Semoga bermanfaat Sahabat.

8 views0 comments

Recent Posts

See All

Maju Kena Mundur Kena

Hidup sedang maju kena mundur kena. Saya nggak tahu dulu warkop dki bisa came up dengan kalimat ini. Tapi nggak heran sih, anggota warkop orang-orang cerdas. Mungkin mereka pernah mengalami situasi ma

Post: Blog2_Post
bottom of page