Tujuh tahun lalu saat Saya memutuskan pindah ke Bali untuk bekerja, saya merasa pada akhirnya saya mungkin bisa "terbang tinggi'. Setelah 8 tahun di jogja, merasa pengap dan cukup merantau di sana. Iya, saya merasa track saya sudah benar saat itu. Dari jogja ke Bali, tempat baru, kesempatan baru, orang-orang baru. Saya sangat bersemangat dan penuh rasa optimis.
Fast forward tujuh tahun kemudian, siapa sangka gegap gempita Bali berubah bagai boomerang untuk saya. Bali membuat saya lelah dan jenuh. Lelah dengan perilaku ngehe turis-turis asing. Marah dengan kenyataan banyak dari mereka yang merasa superior terhadap penduduk lokal dan negara ini. Superioritas yang mengejawantah dalam banyak perilaku menjijikan. Bali berubah, dan saya merasa perubahan itu menjadi sebuah kebisingin bagi jiwa saya - yang ternyata, makin ke sini makin mendambakan ketentraman lahir dan batin- .
Saya jenuh dengan Bali. Namun anehnya, saya belum bisa mengartikulasikan kejenuhan yang saya rasakan dengan jelas. Jenuh dengan rutinitas di bali kah? jenuh dengan kemacetan bali kah? jenuh dengan kesendirian saya di bali kah?. Bisa jadi semua yang saya sebutkan benar. Saya bilang bisa jadi, karena saya masih mencintai pantainya, langitnya, dan kesemarakan hiburan yang ditawarkan Bali. Ya, termasuk kesemarakan hiburan malam yang sering saya nikmati dengan teman-teman saya. Hmm tapi mungkin saya merasa sudah selesai dengan Bali. Setelah 7 tahun, saya merasa cukup - apapun betapa pun kecil pencapaian saya di sini -. Lalu sejak Bapak meninggal, haluan hidup saya berubah dan ambisi-ambisi saya luruh begitu saja. Saya menginginkan ketenangan dan ketentraman. Sepertinya Bali tidak bisa memberikan dua hal itu untuk Saya.
Tempat yang secara aneh memberikan ketenangan batin adalah Jogja. Di sana batin saya tentram. Yah, ternyata Saya sangat Jawa. Bukan karena saya pada akhirnya memilih kembali ke Jogja. Tapi karena ternyata, saya sadari, yang saya inginkan bukan lah gelar mentereng, jabatan bergengsi, atau pindah ke luar negeri. Ternyata yang saya inginkan adalah tentreming ati. Hati yang tenteram. Dan itu ada pada hubungan baik dan kedekatan dengan keluarga, ketiadaan hutang, dan kesederhanaan hidup. Itu saja.
コメント